Rabu, 25 Januari 2012

Akademisi vs Praktisi (COPIED)

Kelihatannya saya ditakdirkan untuk menjadi akademisi, walaupun terus terang menjadi akademisi bukanlah cita-cita dari kecil. Saya ingat cita-cita saya sewaktu kecil adalah menjadi Dokter Spesialis Anak. Entah mengapa dalam perjalanannya cita-cita yang mulia itu lenyap ditelan masa. Ingin pun tidak.

Ternyata being an academician is something! Bagaimana kita mentransfer knowledge, bagaimana membuat orang lain dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, bahkan dari tidak tertarik menjadi tertarik, ternyata memiliki kenikmatan bathin tersendiri. Bagaimana kita dihadapkan pada berbagai karakter dari peserta didik yang beragam, mulai dari yang smart sampai yang so-so, dari yang aktif sampai yang pasif, dari yang betul-betul memperhatikan kita sampai yang pandangannnya kosong krn pikirinannya entah kemana. Itu semua memberikan sensasi yang berbeda.

Pada mulanya saya mengira bahwa mengajar itu mudah, tidak ada bedanya dengan melakukan presentasi. Ternyata itu adalah salah besar. Kebetulan home base saya di instistusi pendidikan yang core businessnya adalah untuk mencetak para profesional dalam bidang kependidikan. Dari institusi inilah saya banyak belajar bahwa mengajar itu tidak mudah. Mengajar itu memerlukan strategies and approaches. Penguasaan terhadap content atau materi pembelajaran hanyalah secuil dari sekian banyak hal-hal lainnya yang harus ada dan dipersiapkan dalam mengajar. Mulai dari pengembangan kurikulum, penyusunan SAP/silabus, pendekatan pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, sampai kepada evaluasi pembelajaran. Itu semua hal-hal baru yang saya dapatkan di institusi tersebut.

Karena saya bertugas mainly di program studi non kependidikan, tentunya banyak hal-hal lain yang perlu saya perbaiki untuk mengembangkan teaching skill saya. Salah satunya adalah terjun langsung ke dalam 'the real world", atau dengan kata lain memahami dan mengetahui prakteknya di lapangan seperti apa.

Untungnya saya memiliki teman-teman yang suka mengajak saya bergabung dalam tim mereka untuk involve menyelesaikan berbagai pekerjaan seperti melakukan survey dan analisis terhadap suatu entitas bisnis. Hal ini membuat wawasan saya mengenai the real world bertambah. Bukan saja teori yang saya pelajari tetapi bagaimana saya ditantang untuk memberikan alternatif solusi bagi permasalahan yang ada yang betul-betul terjadi dalam dunia nyata.

Bila terjadi sinergitas antara para akademisi dengan para praktisi, hal ini akan menyebabkan tidak ada lagi timbulnya egoisme bahwa "saya adalah akademisi karena itu saya paling benar", atau "saya adalah praktisi karena itu saya paling hebat". Siapa bilang akademisi dan praktisi tidak bisa berkolaborasi. Justru berbagai permasalahan yang timbul dapat dipecahkan melalui teori-teori yang ada. Karena itu kolaborasi antara akademisi dan praktisi merupakan suatu titik temu yang dapat menghasilkan the best result. Akademisi dapat belajar dari berbagai situasi dan permasalahan yang terjadi sedangkan praktisi lebih wise dalam mengambil keputusan karena mengetahui dasar teorinya dengan jelas. Dengan demikian nantinya tidak akan ada lagi pernyataan "ah....akademisi kebanyakan teori, prakteknya nol besar" atau "ah...praktisi kan modalnya hanya mengandalkan instuisi bisnis aja, nothing more", tetapi yang ada adalah "bagaimana mengambil keputusan yang tepat dan cepat berdasarkan kerangka teori yang ada dan intuisi bisnis yang tajam".

Beruntunglah karena saya berada dalam "in between zone", dimana saya dapat belajar banyak dari kedua sisi. Viva Para Akademisi, Berjayalah Para Praktisi.

Dedicated to those who have inspired me, academically and practically...

Dr. Vanessa Gaffar, SE, Ak, MBA
Ketua Program Studi Manajemen FPEB UPI
Copied from: http://www.facebook.com/note.php?note_id=423721512138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar